Opini

Drama-Drama Di Madura

Oleh: Taufik Hasyim*

Sang Sutradara serial “Layangan Putus” rupanya sungguh hebat dan mumpuni dalam dunia perfilman. Bagaimana tidak, hampir semua penonton dibuat larut dalam alur cerita film itu dan ikut merasakan apa yang dirasakan “Kinan” dalam kisah itu. Bgitulah Drama.

Di manapun drama memang harus menarik, unik dan layak jual. Beberapa kejadian yang dalam tulisan ini saya akan sebut “drama” di Madura, patut untuk dikaji dan dianalisa dalam berbagai perspektif kacamata keilmuan.

Ada kejadian, yaitu saat beberapa tokoh agama datang ke Gedung DPR RI, lalu ada satu orang yang menyampaikan bahwa kejadian erupsi Gunung Semeru di Lumajang karena disebabkan adanya sebuah keluarga yang mengusir habib, hingga akibat mengusir habib itu maka terjadilah erupsi. Namun tak lama, sang habib yang diisukan “diusir” itu tampil untuk klarifikasi dan membantah bahwa apa yang disampaikan oleh tokoh di Gedung DPR RI itu tidak benar.

Drama selanjutnya adalah adanya “Museum peninggalan Rasul”.

Saya tidak tahu apakah tema yang diusung itu memang ditulis “Peninggalan Rasul” atau “Arab Wing’s” atau “Artefak Arab” atau “Museum Arab” atau yang lain saya tidak tahu persis. Yang jelas, pameran itu telah memunculkan beragam penilaian dari masyarakat hingga menimbulkan banyak pertanyaan. Tak heran jika muncul banyak perspektif dan juga beragam komentar. Misalnya muncul bahasa “Bukan tugas kita untuk menilai asli atau palsu”. Ada lagi statemen: “Ini tujuannya hanya untuk edukasi”; dan yang menjadi menarik dalam hal ini, ada voice atau pesan suara yang bercerita tentang bau. Dimana, saat benda yang akan dipamerkan itu masih di bandara, ada seorang saleh yang juga kebetulan sedang di bandara berkata: “Di sini ada bau Rasulullah,” katanya. Kira-kira begitu bahasanya (mohon koreksi jika salah).

Lalu, ada kejadian lagi, dimana beredar sebuah voice dari seseorang yang memerintahkan orang lain untuk menggerakkan massa agar datang ke sebuah tempat yang ada baleho. Sebab, kata dalam pesan suara itu, akan ada tamu dari surabaya yang mau menurunkan baleho tersebut, namun di akhir pesan suara itu, sang pemilik suara meminta agar suaranya itu jangan disebar dan jangan sampaikan pada umat bahwa dia yang menyuruh. Kata dia.

Melihat kejadian-kejadian itu, bagaimana sang sutradara mampu membuat umat terhipnotis untuk larut dalam alur ceritanya. Entah ini apakah sebuah kemajuan atau kemunduran dalam berpikir di Madura.

Terlepas benar dan tidak, terlepas pula apa tujuan dari sutradara, yang jelas ini adalah sebuah fenomena yang perlu didalami dan di kaji, di mana di zaman yang serba terbuka ini, sulit kita membedakan mana benar mana salah, mana yang betul-betul membela Islam dan mana yang membela nafsu, mana berita yang benar dan mana yg hoaks.

Maka dalam situasi seperti ini semestinya para agamawan, para ilmuan, para cendekiawan hadir di tengah-tengah umat untuk memberikan pencerahan dan pemahaman keagamaan yang betul-betul murni serta mengajak umat untuk berakhlak seperti akhlaknya Rasul yang melihat umat dengan kacamata kasih sayang.

Wallahu A’lam Bishawab


*Ketua PCNU Pamekasan