Tokoh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari Sebagai warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin harus menyadari bahwa tanggal 14 Februari adalah waktu istimewa. Karena tepatnya di tahun 1871 telah lahir bayi yang memberikan warna baru bagi perjalanan bangsa Indonesia. Kala itu bertepatan dengan Selasa Kliwon, 24 Dzul Qa’dah 1287 H. Bayi dimaksud adalah Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari. Benar, putra ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asyari dan Nyai Halimah tersebut dari garis ibu merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Mbah Hasyim (sapaannya) adalah keluarga kiai. Kakeknya, Kiai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kiai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepadanya. Kakek Gus Dur tersebut wafat di daerah yang sama pada 21 Juli 1947 yang bertepatan dengan 3 Ramadhan 1366 H dalam usia 76 tahun. Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, makam Mbah Hasyim yang berada di kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang, diziarahi ribuan orang tiap harinya. Tidak diragukan lagi, peran Mbah Hasyim penting sekali bagi perkembangan Islam di Nusantara. Ayahanda Menteri Agama fenomenal, KH A Wahid Hasyim, ini mendirikan Pesantren Tebuireng pada 1899 M. Hampir sebagian besar pesantren di Jawa dan Sumatera lahir dari rahim Pesantren Tebuireng. Para kiainya juga pernah menjadi santri Mbah Hasyim. Selain itu, Hadratussyekh juga berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan mengajak santri berjuang melawan penjajah. Menurutnya, berjuang melawan perebut kedaulatan hukumnya fardlu ‘ain, wajib bagi setiap kaum muslimin Indonesia. Selain itu, Hadratussyekh juga berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan mengajak para santri untuk berjuang melawan penjajah karena berjuang melawan mereka hukumnya fardlu ain, yakni wajib bagi setiap muslimin Indonesia. Sebagaimana diriwayatkan dalam film nasional berjudul Sang Kiai, pada 22 Oktober 1945, Mbah Hasyim mengeluarkan fatwa jihad. Isinya, hukum membela negara dan melawan penjajah adalah fardlu ain alias wajib bagi setiap mukallaf (orang dewasa) yang berada dalam radius 88 kilometer. Jadi, pahala perang melawan penjajah setara jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, orang Islam yang gugur dalam peperangan itu dihukumi syahid. Fatwa jihad ini kemudian dikenal dengan istilah Resolusi Jihad. Perjuangan Hadratussyekh dalam membela Tanah Air menginspirasi lahirnya film Sang Kiai, sebuah film perjuangan yang diproduksi Rapi Films pada 2013. Tidak berlebihan kiranya jika pemerintah Indonesia menetapkan Hadratussyekh sebagai salah satu pahlawan nasional. Walhasil, sebagai kaum muslimin Indonesia khususnya Nahdliyin, hendaknya menjadikan 14 Februari untuk mengirimkan doa terbaik kepada almaghfurlah. Alfatihah.