PAMEKASAN – Ketika perayaan hari besar Islam seperti, lebaran, maulid nabi, isra mikraj dan lainnya, masyarakat di beberapa daerah di Pamekasan menerbangkan lampion terbang (bahasa Madura: lu’ban) yang digantungi petasan. Biasanya, lampion ini diterbangkan tanpa mempertimbangkan waktu, sehingga tidak jarang mengganggu terhadap anggota masyarakat lainnya yang sedang istirahat atau bahkan sedang sakit.
Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan pada kegiatan rutin Kajian Kitab Kuning Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Desa Pamaroh, Senin malam (08/05/2023), di kediaman Ust. Habiburrahman Dusun Oray, Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan.
Mengutip kitab “Bughiyat al-Mustarsyidin”, Ust. Habiburrahman yang bertindak sebagai pembicara pada kesempatan itu mengatakan, segala aktivitas yang bisa menganggu ketenangan masyarakat umum dilarang dalam agama. Bahkan, zikir dan bacaan Al-Qur’an juga dilarang jika mengganggu kekhusyukan orang yang sedang melaksanakan salat atau sedang tidur.
Lebih jelasnya berikut isi kitab “Bughiyat al-Mustarsyidin” karya Sayyid ‘Abd al-Rahman Ba’alawi, tepatnya pada halaman 108, yang dikutip oleh Katib Syuriah PRNU Desa Pamaroh itu:
لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء
“Zikir dan sejenisnya, antara lain membaca Al-Qur’an dengan lantang di masjid, tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Qur’an dengan lantang itu lebih banyak mengganggu atau menyakiti orang lain, maka saat itu bacaan Al-Qur’an dengan lantang mesti dihentikan,” ucap Ust. Habiburrahman menerjemahkan statemen Sayyid ‘Abd al-Rahman Ba’alawi dalam kitabnya tersebut.
Begitu juga, lanjut Ust. Habiburrahman, orang yang duduk setelah azan dan berzikir. Demikian halnya pula setiap orang yang datang untuk salat ke masjid, lalu duduk bersamanya, kemudian mengganggu konsentrasi orang yang sedang sembahyang.
“Kalau di sana tidak memunculkan suara yang mengganggu, maka zikir atau tadarus Al-Qur’an itu hukumnya mubah, bahkan dianjurkan untuk kepentingan seperti taklim jika tidak dikhawatirkan riya’,” pungkasnya.
Reporter: Ahnu
Editor: Redaktur