PAMEKASAN – Banyak sudut pandang orang mengagumi sosok KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Walaupun Gus Dur sudah 10 tahun wafat, namun masih terus aktual untuk membicarakan tentang kelebihan mantan Presiden Ke-IV RI ini. Mulai dari sosok Gus Dur sebagai pejuang kemanusiaan dan kaum minoritas, pejuang Hak Asazi Manusia (HAM), pejuang demokrasi, intelektual, ahli agama, seniman, dan seorang politisi.
Kekaguman itu, tidak hanya dari kalangan tua saja. Namun juga dari kalangan millenial sudah mulai tertarik mendalami sepak terjang Gus Dur selama hidupnya. Salah satunya yakni Sarah Monica, aktivis mahasiswa Universitas Indonesia.
Monica yang juga mahasiswa jurusan Antropologi UI ini mengagumi sosok Gus Dur dari kesenian dan kebudayaan. Gus Dur di mata Monica, merupakan seniman dan budayawan. Hal itu dibuktikan dengan karya-karya Gus Dur yang ditulis di beberapa media cetak. Termasuk tulisan Gus Dur di koran KOMPAS dimana isinya tentang kesenian dan kebudayaan yang dicetak menjadi buku bunga rampai oleh Desantara.
Menurut Monica, Gus Dur mampu memadukan antara kesenian dengan agama. Kesenian tidak bisa dilepaskan dari praktik keagamaan. nilai-nilai agama juga termasuk di dalamnya ada nilai-nilai kesenian.
“Orang menulis puisi dengan kedalaman spiritual, merupakan pengejawantahan nilai agama itu sendiri meskipun orang tersebut tidak menyampaikannya secara ekspilisit. Kesenian bisa mengarahkan orang kepada jalan menuju Tuhan,” terang Monica dalam sebuah diskusi di kantor PBNU, yang disiarkan oleh 164 Channel.
Hal itu, imbuh aktivis Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humaties ini, sifatnya sangat individual. Oleh sebab itu, beberapa orang yang mengenal Gus Dur, bisa menemukan jalan menuju Tuhan dengan cara bagaimana orang tersebut memahami Gus Dur. Termasuk Gus Dur sendiri, cara menemukan jalan menuju Tuhan dengan memperjuangkan demokrasi.
“Aku dari kalangan millenial lebih suka memahami Gus Dur dari jalur kesenian karena dari kesenian bisa mengantarkan jalan menuju Tuhan,” ungkapnya.
Sebagai kelompok millenial, Monica awalnya tidak begitu mengenal Gus Dur kecuali sebagai Presiden RI. Namun, keseriusannya mendalami Gus Dur ketika dirinya sering berkunjung ke Yogyakarta. Tepatnya di tahun 2009 dimana para aktivis Yogyakarta merasa sangat kehilangan Gus Dur karena telah wafat. Sejak saat itulah, gadis berkacamata minus ini mulai mengkaji Gus Dur dan mulai saat itulah, dia banyak dikelilingi oleh Gusdurian.
“Setelah lama menggeluti pemikiran Gus Dur. Saya berkesimpulan bahwa Gus Dur adalah manusia multi dimensi. Siapapun bisa memahami Gus Dur dengan sudut pandang yang berbeda,” tandasnya.
Penulis : Taufiqurrahman