Artikel Opini

Paradoksikal Social Distancing

Menghadapi wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau virus corona yang penyebarannya sangat cepat dan memakan banyak korban, pemerintah mengimbau agar masyarakat meningkatkan kesadaran diri dan kewaspadaan dengan cara menjaga jarak sosial (social distancing) dalam kehidupan sehari-sehari.

Dalam imbauan social distancing ini, pemerintah meminta kepada masyarakat agar menghindari kerumunan dan menunda sementara kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa. Imbauan ini diperkuat dengan adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh beberapa institusi agar tempat-tempat ibadah juga menerapkan social distancing dengan cara membatasi jarak antar jemaah minimal satu meter. Imbauan inipun dilaksanakan dalam pelaksanaan salat jumat dan kegiatan masjid lainnya.

Berkenaan imbauan ini, PCNU Pamekasan menunda banyak agenda (baik agenda sosial maupun keagamaan) yang digelar dalam rangka memperingati Harlah ke-97 NU. Agenda puncak peringatan Harlah ke-97 NU yang diperkirakan akan dihadiri 10.000 nahdliyin juga ditunda.

Pemandangan berbeda terlihat di tempat-tempat umum, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, kafe, lapangan futsal dan lain sebagainya. Di tempat-tempat ini tidak terlihat social distancing. Masyarakat masih beraktivitas sebagaimana biasanya. Bahkan, di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Kota Pamekasan, meski operator melalui pengeras suara memperingatkan pengunjung agar tetap menjaga jarak, cuci tangan, jangan takut, tapi antrian pelanggan di depan kasir mengular. Sangat panjang.

Mengingat paradoksikal antara imbauan dan fakta di lapangan itu, tidak jarang masyarakat di desa bertanya tentang teknis pelaksanaan agenda-agenda tersebut kepada tokoh-tokoh agama setempat. Mereka kebingungan: sekolah diliburkan, perkumpulan massa di masjid dibatasi jarak. Tapi, melihat situasi di tempat-tempat umum, masyarakat tetap beraktivitas sebagaimana biasanya.

Hal serupa juga terlihat di jalan-jalan raya. Di sana masih dipenuhi lalu-lalang kendaraan seakan-akan tidak ada penekanan secara khusus kepada masyarakat untuk benar-benar mewaspadai Covid-19. Akan tetapi, ketika mau masuk ke masjid, di depannya sudah terdapat baleho waspada Covid-19, tempat cuci tangan. Sehingga, masjid terlihat lebih mencekam dan salat berjemaah tidak seramai biasa, kegiatan rutin keagamaan di desa-desa sepi dan pembacaan Shalawat Burdah yang dilakukan masyarakat harus berhati-hati, kalau tidak mau berurusan dengan kepolisian.

Sebenarnya, dalam surat edaran itu sudah sangat jelas tentang imbauan social distancing dan protokol kesehatan. Namun, tidak diperjelas tentang kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti: proses penguburan jenazah di pemakaman umum, salat jenazah, tahlilan, yasinan, majelis taklim dan kegiatan keagamaan rutin mingguan maupun bulanan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat. Dalam kegiatan ini pasti terdapat kerumunan. Begitu juga dengan aktivitas-aktivitas lain yang dilaksanakan di tempat-tempat umum sebagaimana tersebut di atas.


Muhammad Ahnu Idris